Rabu, 01 April 2015

Kesulitan Belajar

Psikologi Pendidikan Untuk Semester 4 Cuy.,.,.,.,


1.      Kesulitan Belajar
A.    Pengertian kesulitan
Kesulitan adalah keadaan yang sulit, dalam kesulitan dan dalam kesusahan. Dalam hal ini, berarti kesulitan mengandung makna sulit berbuat sesuatu yang berarti suatu kondisi yang memperlihatkan ciri-ciri hambatan dalam kegiatan untuk mencapai suatu kegiatan, dimana kesulitan yang dimaksud dalam kajian ini adalah kesulitan belajar yang berarti kesulitan tersebut kepada aktivitas belajar.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Ambo Enre Abdullah (Fitri,2005 :7) adalah:
Kesulitan adalah suatu kondisi tertentu yang ditandai adanya hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih keras untuk mengatakannya.
B.     Pengertian Belajar
Berikut ini dikemukakan beberapa definisi mengenai belajar, diantaranya:
a.       Selanjutnya Moh.Uzer Usman dan Lilis Setiawati mengartikan “belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya”.
b.      Nana Sudjana mengatakan “belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu”.
Dari beberapa pengertian belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku individu dari hasil pengalaman dan latihan. Perubahan tingkah laku tersebut, baik dalam aspek pengetahuannya (kognitif), keterampilannya (psikomotor), maupun sikapnya (afektif).

C.     Kesulitan belajar
Definisi kesulitan belajar menurut para ahli:
1.      Kesulitan belajar menurut Hammil (Abidin,2006:10) adalah: “menunjuk pada sekelompok kesulitan yang memanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengar, mencakup-cakup,membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi tertentu.
2.      Kesulitan belajar menurut Warkitri ddk. (1990:8.3), menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh.
3.      Sementara itu Siti Mardiyanti dkk. (1994 :4-5) menganggap kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.
Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan individual ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar dikalangan anak didik. “Dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan “kesulitan belajar”.
D.    Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar.
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat di buktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak didalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering minggat dari sekolah.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yakni:
1.      Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri.
2.      Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaa yang datang dari luar diri siswa.
Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara lain tersebut di bawah ini.
a.       Faktor intern siswa
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurang kemampuan psiko-fisik siswa, yakni:
1). Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual / intelegensi siswa.
2). Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
3). Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).

b.      Faktor ekstern siswa
Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan ini meliputi:
1)      Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubunga antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2)      Lingkungan perkampungan / masyrakat, contohnya : wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
3)      Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.

2.      Jenis-jenis kesulitan belajar.
a.      Learning disability
Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber,1998) yang menimbulkan kesulitan belajar itu terdiri atas:
1)      Disleksia (dyslexia) yakni ketidakmampuan belajar membaca.
Membaca merupakan aktivitas audiovisual untuk memperoleh makna dari symbol berupa huruf atau kata. Aktivitas ini meliputi dua proses, yakni proses decording, juga dikenal dengan istilah membaca teknis, dan proses pemahaman. Membaca teknis adalah proses pemahaman atas hubungan antar huruf dan bunyi atau menerjemaahkan kata-kata tercetak menjadi bahasa lisan atau sejenisnya.
Berdasarkan hasil penelitian di negara maju, lebih dari 10% murid sekolah mengalami kesulitan membaca. Kesulitan membaca ini menjadi penyebab utama kegagalan anak di sekolah. Hal ini dapat dipahami, karena membaca merupakan salah satu bidang akademik dasar, selain menulis dan menghitung. Kesulitan membaca juga menyebabkan anak merasa rendah diri, untuk termotivasi belajar, dan sering juga mengakibatkan timbulnya perilaku menyimpang pada anak. Hal ini terjadi karena dalam masyarakat yang semakin maju, kemampuan membaca merupakan kebutuhan, karena sebagian informasi disajikan dalam bentuk tertulis dan hanya dapat diperoleh melalui membaca.
Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia. Kesulitan belajar membaca yang berat disebut aleksia. Kemampuan membaca tidak hanya merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang akademik, tetapi juga untuk meningkatkan keterampilan kerja dan memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat secara bersama. Ada dua jenis pelajaran membaca, yaitu membaca permulaan atau membaca lisan, dan membaca pemahaman. Mengingat pentingnya kemampuan membca bagi kehidupan, kesulitan belajar membaca hendaknya ditangani sedini mungkin. Ada dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris dan disleksia visual.
Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunyi-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya.

2)      Disgrafia (dysgraphia) yakni ketidakmampuan belajar menulis.
Kesulitan belajar menulis disebut juga sisgrafia, kesulitan belajar menulis yang berat disebut arafia. Ada tiga jenis pelajaran menulis, yaitu menulis permulaan, mengeja atau dikte, dan menulis ekspresif. Kegunaan kemampuan menulis bagi seorang siswa adalah untuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan sebagian besar tugas sekolah. Oleh karena itu, kesulitan belajar menulis hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Tujuan utama pengajaran menulis adalah keterbacaan. Untuk dapat mengkomunikasikan pikiran dalam bentuk tertulis, pertama-tama anak harus dapat menulis dengan mudah dan dapat membaca. Oleh karena itu pengajaran menulis pada tahap awal difokuskan pada cara memegang alat tulis dengan benar, menulis huruf balok dan huruf bersambung dengan benar, dan menjaga jarak dan proporsi huruf secara benar dan konsisten.
Kesulitan menulis yang dialami anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya gangguan motorik, gangguan emosi, gangguan  persepsi visual, atau gangguan ingatan. Gangguan gerak halus dapat menganggu keterampilan menulis, misalnya seorang anak mungkin mengerti ejaan suatu kata, tetapi ia tidak dapat menulis secara jelas atau mengikuti kecepatan gurunya, hal ini dapat berakibat pada penguasaan bidang studi akademik lain.
3)      Diskalkulia (dyscalculia) yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Berhitung adalah salah satu cabang matematika, ilmu hitung adalah suatu bahasa yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara berbagai proyek, kejadian, dan waktu. Ada orang yang beranggapan bahwa berhitung sama dengan matematika. Anggapan semacam ini tidak sepenuhnya keliru karena hampir semua cabang matematika yang menurut Moris kline (1981) berjumlah delapan puluh cabang besar selalu ada berhitung.
Kesulitan belajar berhitung disebut juga diskalkulia. Kesulitan belajar berhitung yang berat disebutakalkulia. Ada tiga elemen pelajaran berhitung yang harus dikuasai oleh anak. Ketiga elemen tersebut adalah konsep, komputasi, dan pemecahan masalah. Seperti halnya bahasa, berhitung yang merupakan bagian dari matematika adalah sarana berpikir keilmuan. Oleh karena itu, seperti halnya kesulitan belajar bahasa, kesulitan berhitung hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Kesulitan belajar berhitung merupakan jenis kesulitan belajar terbanyak disamping membaca. Padahal seperti halnya keterampilan membaca, keterampilan menghitung merupakan sarana yang sangat penting untuk menguasai bidang studi lainnya.
Namun demikian, siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan di antaranya ada yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask,1985 : Reber 1988).
1.      Ciri-ciri learning disabilities
a)      Sering melakukan kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca.
b)      Lambat dalam mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi pengucaannya.
c)      Sulit dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang membutuhkan daya ingat.
d)     Implusif yaitu bertindak tanpa difikir dahulu.
e)      Sulit berkosentrasi.
2.      Penyebab learning disabilities
a)      Faktor keturunan (genetik) dan gangguan koordinasi pada otak.
b)      Kira-kira 14 area di otak berfungsi saat membaca, ketidakmampuan dalam belajar disebabkan karena ada gangguan diarea otaknya

b.      Under achiever
Rimm (dalam Del Siegle & McCoah,2008) menyatakan ketika siswa tidak menampilkan potensinya, maka ia termasuk underachiever.
Semiawan (1997: 209) menyebutkan”underachievement adalah kinerja yang secara signifikan berada di bawah potensinya”. Makmun (2001: 274) juga mengungkapkan bahwa yang dimaksud ”underachiever adalah mereka yang prestasinya ternyata lebih rendah dari apa yang diperkirakan berdasar hasil tes kemampuan belajarnya”.
1.      Ciri-ciri under achiever
a.       Prestasi tidak konsisten: kadang bagus, kadang tidak.
b.      Tidak menyelesaikan pekerjaan rumah (PR).
c.       Rendah diri.
d.      Takut gagal (atau sukses).
e.       Takut menghadapi ulangan.
f.       Tidak punya inisiatif.
g.      Malas, bahkan depresi.
2.      Penyebab under achiever
Penyebab underachiever, Butler-Por (dalam oxfordbrooks.ac.uk,2006) menyatakan bahwa underachievement bukan disebabkan karena ketidakmampuan untuk melakukan suatu dengan lebih baik,tetapi karena pilihan-pilihan yang dilakukan dengan sadar atau tidak sadar.





c.       Slow leanering
Pengertian slow leaner menurut para ahli :
1.      Chaplin,( 2005 : 468)
Slow learning yaitu suatu istilah nonteknis yang dengan berbagai cara dikenakan pada anak-anak yang sedikit terbelakang secara mental, atau yang berkembang lebih lambat daripada kecepatan normal.
2.      Burton, (dalam Sudrajat;2008)
Slow learning adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang.
a.       Ciri-ciri slow learning
Karakteristik dari individu yang mengalami slow learning :
a.       Fungsi kemampuan di bawah rata-rata pada umumnya.
b.      Memiliki kecanggungan dalam kemampuan menjalin hubungan intrapersonal.
c.       Memiliki kesulitan dalam melakukan perintah yang bertahap.
d.      Tidak memiliki tujuan dalam menjalani kehidupannya
e.       Memiliki berbagai kesulitan internal seperti; keterampilan mengorganisasikan, kesulitan transfer belajar, dan menyimpulkan infromasi.
f.       Memiliki skor yang rendah dengan konsisten dalam beberapa tes.
g.      Memiliki pandangan mengenai dirinya yang buruk.
h.      Mengerjakan segalanya secara lambat.
i.        Lambat dalam penguasaan terhadap sesuatu.

b.      Penyebab slow learning
1)       Kemiskinan
Kemiskinan merupakan factor utama dari slow learning di negara berkembang. Kemiskinan meny
ebabkan banyak kekurangan mental dan moral yang pada akhirnya mempengaruhi performa siswa. Seperti ungkapan “di badan yang sehat terdapat pikiran yang sehat”.
2)      Factor emosional
Semua anak pasti mengalami permasalahan emosional, tetapi slow learner mengalami permasalahan yang serius dan untuk waktu yang lama sehingga sangat mengganggu proses belajar mereka. Permasalahan emosional ini berakibat pada prestasi akademis yang rendah, hubungan interpersonal yang tidak baik, dan harga diri yang rendah. Bagian penting dalam perkembangan personal, social dan emosional adalah konsep diri dan harga diri.
3)      Factor pribadi
Factor pribadi meliputi kelainan bentuk fisik (deformity), kondisi patologi/ penyakit badan, dan kekurangan penglihatan, pendengaran dan percakapan dapat mengarah pada slow learning. Factor pribadi juga meliputi penyakit yang lama atau ketidakhadiran di sekolah untuk waktu yan lama ddan kurangnya kepercayaan diri. Ketika mereka lama tidak masuk sekolah tentu saja mereka akan tertinggal dari teman mereka. Hal ini pada akhirnya mempengaruhi kepercayaan diri mereka dan menciptakan kondisi yang mengarah pada slow learning.
3.      Diagnosis Kesulitan Belajar
a.       Pengertian diagnosis kesulitan belajar
Diagnosis adalah keputusan atau penentu mengenai hasil dari pengolahan data tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar dan jenis kesulitan yang dialami siswa. Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa. Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar.
b.      Langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar
Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur Weener & Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani (1991) sebagai berikut:
1)      Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
2)      Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
3)      Mewawancarai orangtua / wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
4)      Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5)      Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.


Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1)      Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar siswa.
2)      Keputusan mengenai faktor-faktor yang menjadi sumber sebab-sebab kesulitan belajar.
3)      Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang mengalami kesulita belajar.
Kegiatan diagnosis dapat dilakukan dengan cara:
1)      Membandingkan nilai prestasi individu untuk setiap mata pelajaran dengan rata-rata nilai seluruh individu.
2)      Membandingkan prestasi dengan potensi yang dimiliki oleh siswa tersebut.
3)      Membandingkan nilai yang diperoleh dengan batas minimal tujuan yang diharapkan.
Secara umum langkah-langkah tersebut diatas dapat dilakukan dengan mudah oleh guru kecuali langkah ke-5 (tes IQ). Untuk keperluan tes IQ, guru dan orang tua siswa dapat berhubungan dengan klinik psikologi. Dalam hal ini, yang perlu dicatat ialah apabila siswa yang mengalami kesulitan belajar itu ber-IQ jauh dibawah normal (tuna grahita), orang tua hendaknya mengirimkan siswa tersebut ke lembaga pendidikan khusus anak-anak tuna grahita (sekolah luar biasa), karena lembaga/ sekolah biasa tidak menyediakan tenaga pendidik dan kemudahan belajar khusu untuk anak-anak abnormal. Selanjutnya, para siswa yang nyata-nyata menunjukkan misbehavior berat seperti perilaku agresif yang berpotensi antisosial atau kecanduan narkotika, harus diperlakukan secara khusus pula, umumnya dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan anak-anak atau ke “pesantren” khusus pecandu narkotika.
Adapun untuk mengatasi kesulitan belajar siswa pengidap sindrom disleksia, disgafia, dan diskalkulia, sebagaimana yang telah diuraikan, guru dan orang tua sangat dianjurkan untuk memanfaatkan support teacher (guru pendukung). Guru khusus ini biasanya bertugas menangani siswa pengidap sindrom-sindrom tadi disamping melakukan remedial teaching (pengajaran perbaikan).
Dalam rangka diagnosis ini biasanya diperlukan berbagai bantuan tenaga ahli, misalnya:
1)      Dokter, untuk mengetahui kesehatan anak.
2)      Psikolog, untuk mengetahui tingkat IQ anak.
3)      Psikiater, untuk mengetahui kejiwaan anak.
4)      Social worker, untuk mengetahui kelainan sosial yang mungkin dialami anak.
5)      Ortopedagogik, untuk mengetahui kelainan-kelainan yang ada pada anak.
6)      Guru kelas, untuk mengetahui perkembangan belajar anak selama di sekolah.
7)      Orang tua anak, untuk mengetahui kebiasaan anak dirumah.

c.       Analisis hasil diagnosis kesulitan belajar
Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar tadi perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang berprestasi rendah itu dapat diketahui secara pasti. Contoh : siti fulanah mengalami kesulitan khusus dalam memahami konsep kata polisemi. Polisemi adalah sebuah istilah yang menunjuk kata yang memiliki dua makna atau lebih. Kata “turun”, umpamanya, dapat dipakai dalam berbagai frase seperti turun tangga, turun ranjang, turun tangan dan seterusnya. Contoh sebaliknya, kata “naik” yang juga dapat dipakai dalam banyak frase seperti: naik daun, naik darah, naik banding, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar