1. Kesulitan Belajar
A.
Pengertian kesulitan
Kesulitan adalah keadaan yang sulit, dalam
kesulitan dan dalam kesusahan. Dalam hal ini, berarti kesulitan mengandung
makna sulit berbuat sesuatu yang berarti suatu kondisi yang memperlihatkan
ciri-ciri hambatan dalam kegiatan untuk mencapai suatu kegiatan, dimana
kesulitan yang dimaksud dalam kajian ini adalah kesulitan belajar yang berarti
kesulitan tersebut kepada aktivitas belajar.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Ambo Enre
Abdullah (Fitri,2005 :7) adalah:
Kesulitan adalah suatu kondisi tertentu yang
ditandai adanya hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga memerlukan
usaha yang lebih keras untuk mengatakannya.
B.
Pengertian Belajar
Berikut
ini dikemukakan beberapa definisi mengenai belajar, diantaranya:
a.
Selanjutnya Moh.Uzer Usman dan Lilis
Setiawati mengartikan “belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri
individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu
dengan lingkungan sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya”.
b.
Nana Sudjana mengatakan “belajar adalah
proses yang aktif, belajar adalah mereaksi terhadap semua situasi yang ada di
sekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses
berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati,
memahami sesuatu”.
Dari beberapa pengertian belajar yang telah dikemukakan
oleh para
ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku individu dari hasil
pengalaman dan latihan. Perubahan tingkah laku tersebut, baik dalam aspek pengetahuannya (kognitif), keterampilannya (psikomotor),
maupun sikapnya (afektif).
C.
Kesulitan belajar
Definisi kesulitan belajar menurut para ahli:
1.
Kesulitan belajar menurut Hammil
(Abidin,2006:10) adalah: “menunjuk pada sekelompok kesulitan yang
memanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan
penggunaan kemampuan mendengar, mencakup-cakup,membaca, menulis, menalar, atau
kemampuan dalam bidang studi tertentu.
2.
Kesulitan belajar menurut Warkitri ddk.
(1990:8.3), menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak
antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang
diperoleh.
3.
Sementara itu Siti Mardiyanti dkk. (1994
:4-5) menganggap kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar
yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.
Setiap individu memang tidak ada yang sama.
Perbedaan individual ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku
belajar dikalangan anak didik. “Dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak
dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan “kesulitan
belajar”.
D.
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar.
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa
biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi
belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat di buktikan dengan munculnya kelainan
perilaku (misbehavior) siswa seperti
kesukaan berteriak-teriak didalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering
tidak masuk sekolah, dan sering minggat dari sekolah.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab
timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yakni:
1.
Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau
keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri.
2.
Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau
keadaan-keadaa yang datang dari luar diri siswa.
Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan
keadaan yang antara lain tersebut di bawah ini.
a.
Faktor intern siswa
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurang kemampuan psiko-fisik siswa, yakni:
1). Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya
kapasitas intelektual / intelegensi siswa.
2). Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya
emosi dan sikap.
3). Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti
terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).
b.
Faktor ekstern siswa
Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi
dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa.
Faktor lingkungan ini meliputi:
1)
Lingkungan keluarga, contohnya:
ketidakharmonisan hubunga antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan
ekonomi keluarga.
2)
Lingkungan perkampungan / masyrakat,
contohnya : wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer
group) yang nakal.
3)
Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan
letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat
belajar yang berkualitas rendah.
2. Jenis-jenis kesulitan belajar.
a. Learning disability
Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang
sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala
yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber,1998) yang
menimbulkan kesulitan belajar itu terdiri atas:
1)
Disleksia (dyslexia) yakni ketidakmampuan belajar membaca.
Membaca merupakan aktivitas audiovisual untuk memperoleh makna dari
symbol berupa huruf atau kata. Aktivitas ini meliputi dua proses, yakni proses
decording, juga dikenal dengan istilah membaca teknis, dan proses pemahaman.
Membaca teknis adalah proses pemahaman atas hubungan antar huruf dan bunyi atau
menerjemaahkan kata-kata tercetak menjadi bahasa lisan atau sejenisnya.
Berdasarkan hasil penelitian di negara maju, lebih dari 10% murid
sekolah mengalami kesulitan membaca. Kesulitan membaca ini menjadi penyebab
utama kegagalan anak di sekolah. Hal ini dapat dipahami, karena membaca
merupakan salah satu bidang akademik dasar, selain menulis dan menghitung.
Kesulitan membaca juga menyebabkan anak merasa rendah diri, untuk termotivasi
belajar, dan sering juga mengakibatkan timbulnya perilaku menyimpang pada anak.
Hal ini terjadi karena dalam masyarakat yang semakin maju, kemampuan membaca
merupakan kebutuhan, karena sebagian informasi disajikan dalam bentuk tertulis
dan hanya dapat diperoleh melalui membaca.
Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia. Kesulitan belajar
membaca yang berat disebut aleksia. Kemampuan membaca tidak hanya merupakan
dasar untuk menguasai berbagai bidang akademik, tetapi juga untuk meningkatkan
keterampilan kerja dan memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat secara bersama. Ada dua jenis pelajaran membaca, yaitu membaca
permulaan atau membaca lisan, dan membaca pemahaman. Mengingat pentingnya
kemampuan membca bagi kehidupan, kesulitan belajar membaca hendaknya ditangani
sedini mungkin. Ada dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris dan disleksia
visual.
Anak
yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam
mengartikan atau mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang
seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau
memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan
peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain
seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen
bahwa kesulitan mengenali bunyi-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi
keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi
pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya.
2)
Disgrafia (dysgraphia) yakni ketidakmampuan belajar menulis.
Kesulitan belajar menulis disebut juga sisgrafia, kesulitan belajar
menulis yang berat disebut arafia. Ada tiga jenis pelajaran menulis, yaitu
menulis permulaan, mengeja atau dikte, dan menulis ekspresif. Kegunaan
kemampuan menulis bagi seorang siswa adalah untuk menyalin, mencatat, dan
mengerjakan sebagian besar tugas sekolah. Oleh karena itu, kesulitan belajar
menulis hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan
bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Tujuan utama pengajaran menulis adalah keterbacaan. Untuk dapat
mengkomunikasikan pikiran dalam bentuk tertulis, pertama-tama anak harus dapat
menulis dengan mudah dan dapat membaca. Oleh karena itu pengajaran menulis pada
tahap awal difokuskan pada cara memegang alat tulis dengan benar, menulis huruf
balok dan huruf bersambung dengan benar, dan menjaga jarak dan proporsi huruf
secara benar dan konsisten.
Kesulitan menulis yang dialami anak dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, misalnya gangguan motorik, gangguan emosi, gangguan persepsi visual, atau gangguan ingatan.
Gangguan gerak halus dapat menganggu keterampilan menulis, misalnya seorang
anak mungkin mengerti ejaan suatu kata, tetapi ia tidak dapat menulis secara
jelas atau mengikuti kecepatan gurunya, hal ini dapat berakibat pada penguasaan
bidang studi akademik lain.
3)
Diskalkulia (dyscalculia) yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Berhitung adalah salah satu cabang matematika, ilmu hitung adalah suatu
bahasa yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara berbagai proyek,
kejadian, dan waktu. Ada orang yang beranggapan bahwa berhitung sama dengan
matematika. Anggapan semacam ini tidak sepenuhnya keliru karena hampir semua
cabang matematika yang menurut Moris kline (1981) berjumlah delapan puluh
cabang besar selalu ada berhitung.
Kesulitan
belajar berhitung disebut juga diskalkulia. Kesulitan belajar
berhitung yang berat disebutakalkulia. Ada tiga elemen pelajaran berhitung
yang harus dikuasai oleh anak. Ketiga elemen tersebut adalah konsep, komputasi,
dan pemecahan masalah. Seperti halnya bahasa, berhitung yang merupakan bagian
dari matematika adalah sarana berpikir keilmuan. Oleh karena itu, seperti
halnya kesulitan belajar bahasa, kesulitan berhitung hendaknya dideteksi dan
ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam
mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Kesulitan
belajar berhitung merupakan jenis kesulitan belajar terbanyak disamping
membaca. Padahal seperti halnya keterampilan membaca, keterampilan menghitung
merupakan sarana yang sangat penting untuk menguasai bidang studi lainnya.
Namun demikian, siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum
sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan di antaranya ada yang
memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa
yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask,1985 : Reber 1988).
1.
Ciri-ciri learning disabilities
a)
Sering melakukan kesalahan yang konsisten dalam
mengeja dan membaca.
b)
Lambat dalam mempelajari hubungan antara huruf dengan
bunyi pengucaannya.
c)
Sulit dalam mempelajari keterampilan baru, terutama
yang membutuhkan daya ingat.
d)
Implusif yaitu bertindak tanpa difikir dahulu.
e)
Sulit berkosentrasi.
2.
Penyebab learning disabilities
a)
Faktor keturunan (genetik) dan gangguan koordinasi
pada otak.
b)
Kira-kira 14 area di otak berfungsi saat membaca, ketidakmampuan
dalam belajar disebabkan karena ada gangguan diarea otaknya
b. Under achiever
Rimm (dalam Del Siegle & McCoah,2008)
menyatakan ketika siswa tidak menampilkan potensinya, maka ia termasuk
underachiever.
Semiawan (1997: 209) menyebutkan”underachievement adalah
kinerja yang secara signifikan berada di bawah potensinya”. Makmun (2001:
274) juga mengungkapkan bahwa yang dimaksud ”underachiever adalah
mereka yang prestasinya ternyata lebih rendah dari apa yang diperkirakan
berdasar hasil tes kemampuan belajarnya”.
1.
Ciri-ciri under achiever
a.
Prestasi tidak
konsisten: kadang bagus, kadang tidak.
b.
Tidak menyelesaikan
pekerjaan rumah (PR).
c.
Rendah diri.
d.
Takut gagal (atau
sukses).
e.
Takut menghadapi
ulangan.
f.
Tidak punya
inisiatif.
g.
Malas, bahkan
depresi.
2.
Penyebab under achiever
Penyebab underachiever, Butler-Por (dalam
oxfordbrooks.ac.uk,2006) menyatakan bahwa underachievement bukan disebabkan
karena ketidakmampuan untuk melakukan suatu dengan lebih baik,tetapi karena
pilihan-pilihan yang dilakukan dengan sadar atau tidak sadar.
c. Slow leanering
Pengertian slow leaner menurut para ahli :
1. Chaplin,( 2005 : 468)
Slow learning yaitu
suatu istilah nonteknis yang dengan berbagai cara dikenakan pada anak-anak yang
sedikit terbelakang secara mental, atau yang berkembang lebih lambat daripada
kecepatan normal.
2. Burton, (dalam Sudrajat;2008)
Slow learning adalah
anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut
merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka
sering harus mengulang.
a. Ciri-ciri slow learning
Karakteristik dari
individu yang mengalami slow learning :
a. Fungsi kemampuan di bawah rata-rata pada umumnya.
b. Memiliki kecanggungan dalam kemampuan menjalin
hubungan intrapersonal.
c. Memiliki kesulitan dalam melakukan perintah yang
bertahap.
d. Tidak memiliki tujuan dalam menjalani kehidupannya
e. Memiliki berbagai kesulitan internal seperti;
keterampilan mengorganisasikan, kesulitan transfer belajar, dan menyimpulkan
infromasi.
f. Memiliki skor yang rendah dengan konsisten dalam
beberapa tes.
g. Memiliki pandangan mengenai dirinya yang buruk.
h. Mengerjakan segalanya secara lambat.
i.
Lambat dalam
penguasaan terhadap sesuatu.
b. Penyebab slow learning
1) Kemiskinan
Kemiskinan merupakan factor utama dari slow learning di negara berkembang. Kemiskinan menyebabkan banyak kekurangan mental dan moral yang pada akhirnya mempengaruhi performa siswa. Seperti ungkapan “di badan yang sehat terdapat pikiran yang sehat”.
Kemiskinan merupakan factor utama dari slow learning di negara berkembang. Kemiskinan menyebabkan banyak kekurangan mental dan moral yang pada akhirnya mempengaruhi performa siswa. Seperti ungkapan “di badan yang sehat terdapat pikiran yang sehat”.
2) Factor emosional
Semua anak pasti mengalami permasalahan emosional,
tetapi slow learner mengalami permasalahan yang serius dan untuk waktu yang
lama sehingga sangat mengganggu proses belajar mereka. Permasalahan emosional
ini berakibat pada prestasi akademis yang rendah, hubungan interpersonal yang
tidak baik, dan harga diri yang rendah. Bagian penting dalam perkembangan
personal, social dan emosional adalah konsep diri dan harga diri.
3)
Factor pribadi
Factor pribadi meliputi kelainan bentuk fisik
(deformity), kondisi patologi/ penyakit badan, dan kekurangan penglihatan,
pendengaran dan percakapan dapat mengarah pada slow learning. Factor pribadi
juga meliputi penyakit yang lama atau ketidakhadiran di sekolah untuk waktu yan
lama ddan kurangnya kepercayaan diri. Ketika mereka lama tidak masuk sekolah
tentu saja mereka akan tertinggal dari teman mereka. Hal ini pada akhirnya
mempengaruhi kepercayaan diri mereka dan menciptakan kondisi yang mengarah pada
slow learning.
3.
Diagnosis Kesulitan Belajar
a.
Pengertian diagnosis kesulitan belajar
Diagnosis adalah keputusan atau penentu
mengenai hasil dari pengolahan data tentang siswa yang mengalami kesulitan
belajar dan jenis kesulitan yang dialami siswa. Sebelum menetapkan alternatif
pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan untuk
terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat)
terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang
melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan
menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa. Dalam
melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas
langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan
belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai
“diagnostik” kesulitan belajar.
b.
Langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar
Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat
ditempuh guru, antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur Weener &
Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani (1991) sebagai berikut:
1)
Melakukan observasi kelas untuk melihat
perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
2)
Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa
khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
3)
Mewawancarai orangtua / wali siswa untuk
mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
4)
Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan
tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5)
Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ)
khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.
Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai
berikut:
1)
Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar
siswa.
2)
Keputusan mengenai faktor-faktor yang menjadi
sumber sebab-sebab kesulitan belajar.
3)
Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa
yang mengalami kesulita belajar.
Kegiatan diagnosis dapat dilakukan dengan
cara:
1)
Membandingkan nilai prestasi individu untuk
setiap mata pelajaran dengan rata-rata nilai seluruh individu.
2)
Membandingkan prestasi dengan potensi yang
dimiliki oleh siswa tersebut.
3)
Membandingkan nilai yang diperoleh dengan
batas minimal tujuan yang diharapkan.
Secara umum langkah-langkah tersebut diatas
dapat dilakukan dengan mudah oleh guru kecuali langkah ke-5 (tes IQ). Untuk
keperluan tes IQ, guru dan orang tua siswa dapat berhubungan dengan klinik
psikologi. Dalam hal ini, yang perlu dicatat ialah apabila siswa yang mengalami
kesulitan belajar itu ber-IQ jauh dibawah normal (tuna grahita), orang tua
hendaknya mengirimkan siswa tersebut ke lembaga pendidikan khusus anak-anak
tuna grahita (sekolah luar biasa), karena lembaga/ sekolah biasa tidak
menyediakan tenaga pendidik dan kemudahan belajar khusu untuk anak-anak
abnormal. Selanjutnya, para siswa yang nyata-nyata menunjukkan misbehavior
berat seperti perilaku agresif yang berpotensi antisosial atau kecanduan
narkotika, harus diperlakukan secara khusus pula, umumnya dimasukkan ke lembaga
pemasyarakatan anak-anak atau ke “pesantren” khusus pecandu narkotika.
Adapun untuk mengatasi kesulitan belajar
siswa pengidap sindrom disleksia, disgafia, dan diskalkulia, sebagaimana yang
telah diuraikan, guru dan orang tua sangat dianjurkan untuk memanfaatkan
support teacher (guru pendukung). Guru khusus ini biasanya bertugas menangani
siswa pengidap sindrom-sindrom tadi disamping melakukan remedial teaching
(pengajaran perbaikan).
Dalam rangka diagnosis ini biasanya
diperlukan berbagai bantuan tenaga ahli, misalnya:
1)
Dokter, untuk mengetahui kesehatan anak.
2)
Psikolog, untuk mengetahui tingkat IQ anak.
3)
Psikiater, untuk mengetahui kejiwaan anak.
4)
Social worker, untuk mengetahui kelainan
sosial yang mungkin dialami anak.
5)
Ortopedagogik, untuk mengetahui
kelainan-kelainan yang ada pada anak.
6)
Guru kelas, untuk mengetahui perkembangan
belajar anak selama di sekolah.
7)
Orang tua anak, untuk mengetahui kebiasaan
anak dirumah.
c.
Analisis hasil diagnosis kesulitan belajar
Data dan informasi yang diperoleh guru
melalui diagnostik kesulitan belajar tadi perlu dianalisis sedemikian rupa,
sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang berprestasi rendah itu
dapat diketahui secara pasti. Contoh : siti fulanah mengalami kesulitan khusus
dalam memahami konsep kata polisemi. Polisemi adalah sebuah istilah yang menunjuk kata yang memiliki dua makna atau lebih. Kata “turun”,
umpamanya, dapat dipakai dalam berbagai frase seperti turun tangga, turun
ranjang, turun tangan dan seterusnya. Contoh sebaliknya, kata “naik” yang juga
dapat dipakai dalam banyak frase seperti: naik daun, naik darah, naik banding,
dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar