BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber pada
wahyu Allah, Al-Qur’an dalam penjabarannya terdapat pada hadis Nabi Muhammad SAW.
Masalah akhlak dalam Islam mendapat perhatian
yang sangat besar. Berdasarkan bahasa, akhlak berarti sifat atau tabiat.
Berdasarkan istilah, akhlak berarti kumpulan sifat yang dimiliki oleh seseorang yang
melahirkan perbuatan baik dan buruk.
Konsep Akhlak menurut Al-Ghazali adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa
seseorang, darinya lahir perbuatan yang mudah tanpa pertimbangan pikiran
terlebih dahulu. Akhlak meliputi jangkauan yang sangat luas dalam segala aspek
kehidupan. Akhlak meliputi hubungan hamba dengan Tuhannya (vertikal) dalam
bentuk ritual keagamaan dan berbentuk pergaulan sesama manusia (horizontal) dan
juga sifat serta sikap yang terpantul terhadap semua makhluk (alam semesta).
Bagi seorang muslim, akhlak yang
terbaik ialah seperti yang terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW karena
sifat-sifat dan perangai yang terdapat pada dirinya adalah sifat-sifat yang
terpuji dan merupakan uswatun hasanah (contoh teladan) terbaik bagi seluruh
kaum Muslimin.
Allah Subhana Wa Taalah sendiri memuji
akhlak Nabi Muhammad SAW di dalam Al-Quran sebagaimana firman-Nya: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar
berakhlak agung.” (Al-Qalam: 4)
Rasulullah SAW memerintahkan umatnya
untuk berakhlak baik seperti yang terkandung dalam hadis: “Orang mukmin yang paling sempurna
keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya.”
Karena begitu pentingnya sebuah akhlak bagi diri mukminin, oleh sebab itu,
kami mencoba membahas dalam wacana ini salah satu dari sifat baik yang dimiliki
oleh Nabi Muhammad Saw. yaitu sifat “As-Syaja’ah dan At-Taubah”. Kedua sifat
ini harus kita tanamkan sejak dini kapada para peserta didik agar generasi
Islam tetap memiliki bekal untuk mewujudkan sebuah generasi bangsa yang
mencerminkan sebuah akhlak yang baik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang
dimaksud dengan As-Syaja’ah dan At-Taubah ?
2.
Bagaimana membentuk generasi Islam agar memiliki sifat
berani dan taubat ?
3.
Bagaimana pengaplikasian dari Sifat Syaja’ah dan Sifat
Taubah dalam kehidupan peserta didik ?
C.
Tujuan
-
Memberikan pengetahuan bagi para calon pendidik dalam
menerapkan dan mengaplikasikan sebuah sifat berani (Syaja’ah) kedalam jiwa
peserta didik serta memberikan jalan pintas bagi pendidik dalam menanamkan
sebuah kebiasaan terhadap peserta didik untuk selalu bersifat taubat dalam
kehidupannya sehari-hari.
BAB
II
PENJELASAN
YANG BERSIFAT UMUM
A. As-Syaja’ah(keberanian)
1. Pengertian
As-Syaja’ah(keberanian)
Secara sederhana, Syaja’ah
biasa diartikan keberanian. Bila hendak didefinisikan dengan lebih luas,
Syaja’ah dikatakan sebagai kemampuan menundukkan jiwa agar tetap tegar dan
teguh serta tetap maju saat berhadapan dengan musuh atau musibah[1].
Syaja’ah atau sifat berani
termasuk sebagai fadlilah dalam akhlaq. Syaja’ah bukanlah semata-mata
keberanian berkelahi di medan perang, melainkan suatu sikap mental dimana seseorang dapat menguasai jiwanya
yang berbuat menurut semestinya. Orang yang dapat menguasainya (jiwanya) pada
masa-masa kritis ketika bahaya di ambang pintu, itulah yang berani. “Bukanlah
yang dinamakan pemberani orang yang kuat bergulat, sesungguhnya pemberani itu
ialah orang yang sanggup menguasai hawa nafsunya di kala marah”. (Muttafaq
‘Alaih).[2]
2.
Macam-macam sifat berani
Ada beberapa sifat
berani yang perlu kita aplikasikan kepada para peserta didik di kelas yaitu[3]
:
a.
Al-quran telah menjelaskan
sikap berani Rasulullah dan para sahabatnya, ketika bahaya penyerangan musuh
diamabang pintu. Yaitu dalam surat Ali Imran: 173-174.
tûïÏ%©!$#
tA$s% ãNßgs9 â¨$¨Z9$# ¨bÎ) }¨$¨Z9$# ôs% (#qãèuKy_
öNä3s9
öNèdöqt±÷z$$sù
öNèdy#tsù $YZ»yJÎ)
(#qä9$s%ur
$uZç6ó¡ym ª!$# zN÷èÏRur ã@Å2uqø9$#
ÇÊÐÌÈ (#qç7n=s)R$$sù 7pyJ÷èÏZÎ/ z`ÏiB
«!$#
9@ôÒsùur
öN©9
öNæhó¡|¡ôJt
Öäþqß
(#qãèt7¨?$#ur tbºuqôÊÍ
«!$#
3 ª!$#ur rè
@@ôÒsù
AOÏàtã ÇÊÐÍÈ
Ayat
itu menjelaskan tentang perang badar shugra yang terjadi setahun setelah perang
Uhud, Abu Sufyan pemimpin orang qurais menentang nabi dan para
sahabat-sahabatnya bahwa dia bersedia bertemu kembali dengan kaum muslimin pada
tahun berikutnya di Badr. Tetapi karma tahun itu musim paceklik dan Abu Sufyan
sendiri takut, maka dia dan tentaranya tidak jadi meneruskan perjalanan ke
Badr, lalu dia menyuruh kepada Nuaim ibn Mas’ud dan kawan-kawan pergi ke
madinah untuk menyampaikan bahwa kafir quraisy telah menyiapkan pasukan untuk
menyerang Rasulullah, namun demikian nabi dan sahabat-sahabatnya tetap maju ke
Badr.
b. Keberanian
itu juga di miliki oleh pahlawan-pahlawan bangsa yang memperjuangkan
kemerdekaan bangsanya, dan memiliki juga oleh pahlawan-pahlawan agama untuk
menegakkan syiar dan ajaran agama, sifat Syaja’ah dimiliki pula oleh setiap
manusia yang mempunyai cita-cita luhur, seperti perjuangan para alim ulama’
yang membina pendidikan agama, baik disekolah-sekolah, maupun di pesantren, dan
cita-cita lainnya untuk kemaslahatan masyarakat dan orang banyak.
c. Perwujudan
sifat Syaja’ah sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas bisa
bermacam-macam, tidak mesti dalam medan pertempuran. Imam Syahid Hasan Al-
Banna rahimahullah menyebutkan bahwa Syaja’ah bisa terwujudkan dalam
bentuk-bentuk sebagai berikut :
1) Ash-Sharahah
fil haq
(terus terang dalam kebenaran), tidak plin-plan (sesekali
mengatakan begini dan pada kali lainnya mengatakan begitu).
2) Kitmanus-sirr (menyebunyikan rahasia, tidak
membukanya, apalagi menyebarkanluaskannya). Apapun yang dia hadapi dalam
menyimpan rahasia itu, ia tetap mempertahankannya, sepatah pun tidak
mengataknnya.
3) Al
I’tiraf bil khatha’ (mengakui kesalahan), tidak lempar batu sembunyi tangan,
menutupi kesalahan apalagi mengemasnya dengan kemasan-kemasan kebenaran.
4) Al
Inshaf minan-nafs
( obyektif terhadap diri sendiri), hati boleh panas, telinga boleh merah akan
tetapi akal pikiran tetap jernih dan memilih cara mengekspresikan
kemarahannya dalam bentuk yang paling tepat.
3.
Hikmah Keberanian
Perlu diketahui bahwa
keberanian yang dimaksud disini bukanlah keberanian membabi buta, melainkan
keberanian yang didukung oleh pertimbangan dan fikiran yang sehat. Ada
peribahasa mengatakan :”Pemberani mati satu kali tetapi pengecut mati seribu
kali”. Hal ini menunjukkan bahwa keberanian itu membuahkan hikmah besar
dalam kehidupan manusia. Riwayat hidup orang-orang besar dan mulia dihayati
oleh semangat keberanian dalam perjuangan mereka. Mereka tidak akan maju
mencapai keutamaan, sekiranya mereka penakut.
Diantara buah dari sifat dan sikap syaja’ah itu
adalah sebagai berikut :
a.
Keberanian adalah hiasan pribadi yang mendorong
manusia mencapai kemajuan, sebagaimana yang telah dibuktikan oleh orang-orang
yang berjasa bagi bangsanya, agamanya dan kemanusiaan
b.
Keberanian menimbulkan ketentraman, sebagaimana
halnya sifat pengecut menimbulkan kegelisahan dan keragu-raguan
c.
Keberanian menghilangkan kesulitan dan kepahitan.
Perasaan sulit sebenarnya berakar pada rasa takut (cemas). Maka jika keberanian
timbul, hilanglah rasa kesulitan. Seorang yang takut menghadapi urusan, begitu
sulit dirasakannya. Tetapi jika dia berani menghadapi urusan itu, maka seketika
itu hilanglah kesulitannya.
d.
Keberanian membuahkan berbagai kreasi yang produktif atau daya cipta yang berguna.
Jika dipelajari riwayat hidup Edison penemu listrik dan Einstein
dalam ilmu atom, dapatlah diketahui bahwa mereka adalah orang-orang berani
mencari sesuatu rahasia (misteri) yang terpendam. Dengan kata lain bahwa wajah
dunia ini di rubah oleh orang-orang berani.
B.
At-Taubah
1.
Pengertian At-Taubah
Bertobat adalah suatu
hal yang wajib kita pahami sebagai calon pendidik. Karena tobat itu sendiri merupakan perbuatan yang berupa
memohon ampunan Allah SWT. dengan benar-benar menyesali perbuatannya dan tidak
akan mengulangi perbuatan tersebut[4].
Hukum tobat adalah wajib bagi setiap muslim atau muslimat yang sudah mukalaf (balig
dan berakal).
Allah SWT berfirman :
$pkr'¯»t úïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#þqç/qè? n<Î)
«!$#
Zpt/öqs?
%·nqÝÁ¯R
4Ó|¤tã
öNä3/u
br& tÏeÿs3ã
öNä3Ytã öNä3Ï?$t«Íhy öNà6n=Åzôãur ;....… M»¨Zy_ ÇÑÈ
Artinya : “ Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa
(taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah…."(Q.S.
At-Tahrim, 66:8)
2. Macam-macam
taubah
Ada beberapa macam tobat yang harus kita jelaskan
kepada peserta didik selaku kita sebagai calon pendidik yaitu :
a. Taubah Nasuha
Taubah Nasuha adalah taubat yang
sungguh-sungguh dan taubat ini yang biasanya di ampuni oleh Allah swt.
b.
Taubat sambal
Taubah sambal yaitu taubat yang hanya dilakukan sesaat setelah
seseorang mendengar sesuatu yang membuat dia ketakutan. Biasanya orang yang
melakukan taubat seperti ini adalah orang yang hanya punya iman tipis. Orang
yang melakukan taubat semacam ini biasanya akan melakukan perbuatannya kembali
Sebelum melakukan taubat, hendaknya terlebih dahulu orang
melakukan nadam atau menyesal, karena tidak mungkin seseorang akan taubat tanpa
menyesal terlabih dahulu. Ada beberapa syarat – syarat melakukan taubat,
diantaranya yaitu :
1) Bertaubah
karena dosa kepada Allah SWT[5].
Syarat-syaratnya yaitu :
a) Menyesali
sepenuh hati akan perbuatan maksiat yang pernah dilakukan.
b) Tidak
melakukan perbuatan maksiat.
c) Berjanji
tidak akan mengulang perbuatan maksiat.
d) Mengikuti
dengan perbuatan yang baik. Karena perbuatan baik akan mengahapus keburukan.
2) Bertaubah
karena dosa terhadap sesama manusia.
Syarat-syaratnya yaitu :
a) Meminta
maaf terhadap orang yang telah dizalimi atau dirugikan.
b) Mengganti
kerugia setimbang dengan kerugian yang dialaminya.
3. Hikmah
dari sifat Taubah.
Manfaat
taubat yaitu dapat diampuni dosanya oleh Allah swt, dapat mendekatkan diri pada
Allah swt, dapat diterima sebagai saudara oleh kaum muslim di dunia dan ciri –
ciri seseorang diterima taubatnya yaitu hatinya menjadi tenang setelah
melakukan taubat.
BAB III
ISI
A.
Latar Belakang Masalah
Menanamkan sifat
As-Syaja’ah dan Taubah dalam kehidupan sehari-hari sama halnya menyalurkan atau
mengkontribusikan bagi pengembangan pengetahuan akhlak bagi peserta didik di MI
maupun di SD.
Peserta didik yang
kritis atau rasa ingin tahunya besar maka ia akan mampu menanyakan hal-hal
mengenai proses pembelajaran akhlak yang berkaitan dengan As-Syaja’ah dan sifat
Taubah. Selain itu pendidik juga akan memberikan pemecahan masalah untuk
mengkontruksi proses pembelajaran dengan cara memberikan masukan dan
pengetahuan tentang As-syaja’ah dan Taubah. Pendidik juga akan
mengidentifikasikan gejala-gejala yang terdapat pada manusia untuk menanamkan
keberanian atau Syaja’ah dalam dirinya. Karena dalam diri setiap manusia pasti
terdapat sifat yang mengajak untuk berani bersikap, berani melawan ketakutan
dan berani melawan hawa nafsu untuk mendapatkan kemuliaan diri dihadapan Allah
SWT.
Dalam BAB ini akan
dibahas bagaimana cara menanamkan sifat As-Syaja’ah dalam diri setiap manusia
dan membiasakan berperilaku Taubah dalam kehidupan sehari-hari.
B.
Menanaman Sifat
As-Syaja’ah Pada Diri peserta didik dan Membiasakan Berperilaku Taubah Pada
Kehidupan Sehari-hari.
1)
Penanaman Sifat
As-Syaja’ah
Seseorang yang mampu
menanamkan sifat As-Syaja’ah atau keberanian dalam hatinya, maka ia dapat
memuliakan diri kearah sifat yang tinggi/ terpuji. Selain itu ia juga dapat
menahan perasaan atau menekan hawa nafsu angkara dan menjaga kesucian diri dari
perbuatan tercela. Sifat As-Syaja’ah seperti ini merupakan konsekuensi logis
dari keimanan seseorang kepada Allah Swt, hari akhir, malaikat, nabi atau Rasul
dan kepada Qadha’ dan Qadar Allah Swt.
Keberanian dapat muncul
karena dua hal: Pertama karena fitrahnya yang sudah memiliki jiwa berani. Kedua
karena sering dilatih dan dipupuk dalam diri sehingga nantinya akan tumbuh
melalui tindakan, perkataan dan tulisan yang berani.
Rahasia keberanian
terletak pada kesanggupan mengendalikan diri dari mental tetapi stabil dalam cuaca bagaimanapun dan
tetap tenang menghadapi segala sesuatu dalam keadaan darurat. Al-Qur’an
mengungkapkan sifat berani, Rasulullah Saw dan para sahabat ketika bahaya
penyerangan musuh diambang pintu dalam Q.S Al-Imran:173-174.
tûïÏ%©!$# tA$s% ãNßgs9 â¨$¨Z9$# ¨bÎ) }¨$¨Z9$# ôs% (#qãèuKy_ öNä3s9 öNèdöqt±÷z$$sù öNèdy#tsù $YZ»yJÎ) (#qä9$s%ur $uZç6ó¡ym ª!$# zN÷èÏRur ã@Å2uqø9$# ÇÊÐÌÈ (#qç7n=s)R$$sù 7pyJ÷èÏZÎ/ z`ÏiB «!$# 9@ôÒsùur öN©9 öNæhó¡|¡ôJt Öäþqß (#qãèt7¨?$#ur tbºuqôÊÍ «!$# 3 ª!$#ur rè @@ôÒsù AOÏàtã ÇÊÐÍÈ
Artinya:
173 : (Yaitu) orang-orang
(yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang
mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk
menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu
menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi
Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung."
174 : “Maka mereka kembali
dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat
bencana apa-apa, mereka mengikuti keridaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia
yang besar”.
Maksudnya: orang Quraisy.
Ayat 173, dan 174, di atas membicarakan tentang Peristiwa
perang Badar Shughra (Badar kecil) yang terjadi setahun sesudah perang
Uhud. Sewaktu meninggalkan perang Uhud itu, Abu Sufyan pemimpin orang Quraisy
menantang Nabi dan sahabat-sahabat beliau. Bahwa Dia bersedia bertemu kembali
dengan kaum muslimin pada tahun berikutnya di Badar. tetapi karena tahun itu (4
H) musim paceklik dan Abu Sufyan sendiri waktu itu merasa takut, Maka Dia
beserta tentaranya tidak Jadi meneruskan perjalanan ke Badar, lalu Dia menyuruh
Nu'aim Ibnu Mas'ud dan kawan-kawan pergi ke Madinah untuk menakut-nakuti kaum
muslimin dengan menyebarkan kabar bohong, seperti yang disebut dalam ayat 173.
Namun demikian Nabi beserta sahabat-sahabat tetap maju ke Badar. oleh karena
tidak terjadi perang, dan pada waktu itu di Badar kebetulan musim pasar, Maka
kaum muslimin melakukan perdagangan dan memperoleh laba yang besar. Keuntungan
ini mereka bawa pulang ke Madinah seperti yang tersebut pada ayat 174.
Bukti keberanian Nabi dan para
sahabat Nampak jelas, ketika mereka digertak oleh pihak lawan untuk
dibinasakan. Dalam keadaan genting itu, mereka tunjukkan ketenangannya dan
sebagai buah dari syaja’ahnya, mereka gondola piala kemenangan gilang gemilang.
Jika kita berbicara tentang keberanian Rasulullah sebagai uswatun hasanah,
terdapat banyak contoh yang menjadi bukti syaja’ahnya. Beliau tidak dapat digertak
dan ditakut-takuti, karena yang ditakutinya hanyalah Allah. Sahabat-sahabat Nabi
sama mengakui bahwa tiada manusia yang lebih berani dari Rasulullah SAW yang berkali-kali
diuji dalam keadaan gawat dan genting, namun belum pernah menunjukkan rasa
takut dan cemas. Memang itulah identitas pembawa amanah Allah, sebagaimana dalam
QS. Al-Ahzab (33): 39.
Yaitu: orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah
Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang
(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.
Contoh-contoh keberanian:
Seperti diuraikan tadi, maka
sifat berani bukan hanya ditunjukkan dalam medan perang, melainkan banyak
perbuatan sehari-hari yang membutuhkan keberanian yang tidak kurang dari
keberanian tentara di medan perang, misalnya :
a.
Para pelaut yang mengarungi samudra dan tidak
takut menghadapi topan dan badai di lautan
b.
Para petugas pemadam kebakaran yang melaksanakan
tugasnya dengan tabah ketika api sedang mengamuk
c.
Dokter dan juru rawat yang tenang menghadapi
pasien yang gawat
d.
Para pemimpin yang berani mengambil keputusan
penting dimana perlu
e.
Para mubaligh yang berani mengemukakan yang benar
itu benar, dan yang salah itu salah
f.
Para sarjana yang berani mengemukakan ide-ide baru
dari hasil daya cipta dan ijtihadnya
Dan banyak lagi contoh-contoh
lain yang menunjukkan bahwa sifat-sifat syaja’ah itu meliputi segala macam
medan dan medan dimana Allah menentukan bagi seseorang menjadi profesinya.
Kemudian dalam mengidentifikasi gejala yang muncul dalam diri manusia
untuk menanamkan sifat keberanian atau As-Syaja’ah yaitu:
1)
Tetapnya fikiran dan
menstabilkan perasaan ketika bahaya datang.
2)
Tetap melakukan pekerjaan
dengan hati yang teguh dan akal yang waras
3)
Tidak gentar dari segala
ancaman dan celaan sebagai konsekuensi atau resiko dalam setiap tindakan
Untuk mengobati
penyakit takut atau menanamkan sifat keberanian dalam diri ada beberapa hal
yang perlu diketahui, yaitu:
1)
Salah satu sumber ketakutan
adalah kebodohan. Maka obatnya adalah dengan menghilangkan kebodohan itu.
Misalnya seseorang takut pada suatu bayangan dimalam hari yang gelap sehingga
menjadi gemetar. Setelah diketahui itu hanyalah batu biasa maka hilanglah
ketakutan itu.
2)
Sumber ketakutan lainnya
adalah ketidak biasaan. Contohnya seorang yang takut naik perahu, karena tidak
biasa dengan keadaan diatas perahu. Maka ia takut jatuh dan tenggelam. Oleh
sebab itu ia harus membiasakan melakukan suatu perbuatan itu.
3)
Obat takut yaiu ikhtiar
memperkecil kesulitan yang digambarkannya.
4)
Obat takut bagi orang yang
beriman yaitu tawakal, penyerahan diri kepada Allah Swt. Dan berikhtiar
semaksimal mungkin.
2)
Membiasakan Diri
Berperilaku Taubah
Orang yang mampu
membiasakan diri untuk berperilaku Taubah, maka akan diampuni dosa dan
kesalahannya dan akan dimasukkan dalam surga yang mengalir dibawahnya
sungai-sungai.
Seseorang yang melakukan
perbuatan dosa akan terhalang oleh perbuatannya dalam berhubungan dengan Allah
Swt. Ia jauh dari dari Allah zat yang maha pengasih, seseorang yang jauh dari
Allah kemungkinan besar tidak akan mendapat rahmat dari Allah Swt.
Tobat yang diperintahkan
oleh Allah Swt kepada manusia adalah tobat nasuha, yaitu tobat yang
semurni-murninya. Nasuha juga dapat diartikan murni semata-mata karena Allah
Swt. Tanpa hal-hal yang mengotorinya.
Tobat nasuha merupakan
tobat yang diperintahkan oleh Allah swt. Tidak hanya sekedar diucapkan di
lidah, tetapi diwujudkan dengan perbuatan. Tobat juga bukan merupakan
permohonan ampun melalui orang lain. Ada dua kesalahan pemahaman tentang tobat
yang terjadi ditengah masyarakat. Pertama, tobat melalui perantara orang lain.
Tobat dalam islam merupakan persoalan pribadi antara manusia dengan Allah swt.
Kedua, bahwa tobat hanya perkataan di lidah. Tobat tidak hanya dilidah tetapi
diwujudkan dalam perkataan.
Contoh perilaku bertoubat, yaitu:
1)
Seorang yang melakukan
dosa, seperti menggunjing orang lain disebuah acara arisan atau sebuah pesta.
Seorang muslim yang taat maka ia pasti akan segera menyadari perbuatannya.
Kemudia meminta maaf kepada orang yang digunjingnya dan memohon ampun kepada
Allah swt.
2)
Seorang yang melakukan
perbuatan mencuri, setelah tertangkap lalu dihukum atau diadili oleh masyarakat
maka ia sadar dan mau mengakui kesalahannya dan tidak akan mengulanginya lagi.
Orang yang
melakukan tobat yaitu orang yang benar-benar sadar akan kesalahannya dan tidak
berperilaku yang menimbulkan dosa lagi.
Ada beberapa
tahap atau pemecahan masalah bagi orang yang telah berbuat dosa dan akan
bertobat, yaitu:
a.
Menyesal dalam hati
Menyesal dalam hati
merupakan tahapan pertama tobat. Penyesalan dalam hati berkaitan dengan tobat diartikan dengan
perasaan, emosi dan gerak hati yang berbentuk penyesalan hati manusia atas
perbuatan dosa yang dilakukan terhadap Allah swt. Sesame makhluk dan diri
sendiri.
b.
Memohon ampun dengan lisan
Tahap kedua dalam
bertobat kepada Allah swt adalah memohon ampun dengan lisan. Memohon ampun
kepada Allah atas perbuatan dosa yang dilakukannya dapat dilakukan dengan cara
membaca istighfar, masih banyak bacaan lain yang dapat dipergunakan untuk
memohon ampun selain istighfar. tetapi dapat juga membaca bacaan lain seperti rabbana
zalamna anfusana wainlam tagfirlana watarhamna lanakunnanna minalkhosirin atau
la illaha illa anta subhanaka inni kuntu minaz-zalimin. Tidak sulit memohon
ampun dengan lisan kepada Allah swt. Jika tidak mampu menggunakan bahasa arab
dapat pula menggunakan bahasa lain yang dipahami. Sungguh, islam adalah agama
yang memberi kemudahan kepada penganutnya.
c.
Berjanji untuk tidak
melakukan dosa lagi.
Berjanji untuk tidak
melakukan dosa lagi merupakan tahapan terakhir dalam bertobat. Tahapan ketiga
ini merupakan tahapan yang paling berat dan sulit. Tahapan ini memerlukan
tindakan yang nyata.
Perbanyaklah berbuat
baik dan beramal shaleh. Bersedekah, membantu sesama yang membutuhkan serta
menyantuni anak yatim, mengasihi orang miskin. Tindakan tersebut dilakukan
untuk mengubah perilaku dari perbuatan maksiat pada perbuatan baik yang
diridhai Allah swt.
C.
Manifestasi dari
dalam diri peserta didik
Beberapa manifestasi
peserta didik pada kehidupan sehari-hari, yaitu :
1.
Seorang peserta didik yang
berani melawan hawa nafsu dalam kemaksiatan. Demi mendapat kemuliaan diri
dihadapan Allah swt. Maka ia pasti akan mampu menahan syahwatnya. Dan tidak mau
melakukan dosa kepada dirinya sendiri dan dihadapan Allah swt. As-Syaja’ah
artinya keberanian. Berani karena sering
dilatih dan dipupuk dalam diri sehingga nantinya akan tumbuh melalui tindakan,
perkataan dan tulisan yang berani. Peserta didik yang mampu menanamkan dalam
dirinya untuk berani melawan hawa nafsu
yang membuatnya masuk kelembah dosa maka
ia akan dimuliakan dihadapan Allah swt.
2.
Seorang peserta didik yang
bertobat dan menyadari kesalahannya saat melakukan maksiat adalah peserta didik
yang taat kepada Allah swt. Seorang yang membiasakan perilaku tobat dalam
hidupnya, maka akan dimudahkan jalan menuju ampunan Allah swt. Menahan diri
dari syahwatnya sama halnya ia telah membayar ibadah-ibadah yang
ditinggalkannya.
D.
Hubungan sifat
As-Syaja’ah dan Taubah
a. sama-sama merupakan sifat terpuji dan harus
diterapkan atau ditanamkan dalam hati dan diri pesertadidik.
Contohnya: seorang yang berani melawan hawa
nafsu atau syahwat dalam dirinya, maka ia pasti sudah menanamkan perilaku
As-Syaja’ah dan otomatis sudah membiasakan dirinya untuk selalu berprilaku
tobat juga. Pasa saat ia melakukan sebuah dosa atau kesalahan maka ia sebagai
seorang mukmin yang taat pasti sadar untuk bertobat, tidak akan mau
melakukannya kembali. Demi untuk mendapatkan kemuliaan diri dihadapan Allah
swt.
b.
Dalam sifat As-Syaja’ah
dapat diartikan sebagai keberanian, berani dalam arti memerangi keburukan,
kemaksiatan, ketakutan dan lain-lain. Orang yang berani melakukan hal-hal yang
baik maka ia pasti berani melakukan tobat setelah melakukan dosa atau kesalahan
demi untuk mendapatkan ridha dan rahmat dari Allah swt.
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan mengenai Syaja’ah
dan taubah diatas, kami mencoba menarik kesimpulan bahwa :
1.
Pengertian dari Syaja’ah
dan At-Taubah, yaitu :
a.
Syaja’ah biasa diartikan berani. Bila hendak didefinisikan
dengan lebih luas, Syaja’ah dikatakan sebagai kemampuan menundukkan jiwa agar
tetap tegar dan teguh serta tetap maju saat berhadapan dengan musuh atau
musibah[6].
Syaja’ah atau sifat berani
termasuk sebagai fadlilah dalam akhlaq. Syaja’ah bukanlah semata-mata
keberanian berkelahi di medan perang, melainkan suatu sikap mental dimana seseorang dapat menguasai jiwanya
yang berbuat menurut semestinya. Orang yang dapat menguasainya (jiwanya) pada
masa-masa kritis ketika bahaya di ambang pintu, itulah yang berani. “Bukanlah
yang dinamakan pemberani orang yang kuat bergulat, sesungguhnya pemberani itu
ialah orang yang sanggup menguasai hawa nafsunya di kala marah”. (Muttafaq
‘Alaih).
b.
Bertobat adalah suatu hal
yang wajib kita pahami sebagai calon pendidik. Karena tobat itu sendiri merupakan perbuatan yang berupa
memohon ampunan Allah SWT. dengan benar-benar menyesali perbuatannya dan tidak
akan mengulangi perbuatan tersebut[7].
Hukum tobat adalah wajib bagi setiap muslim atau muslimat yang sudah mukalaf
(balig dan berakal).
2.
Cara kita sebagai calon
pendidik dalam menanamkan sebuah sifat keberanian dan selalu tertanam
sebuah sifat taubat dalam diri peserta
didik yaitu :
a.
Selalu mencontohkan bahwa
ketika kita memiliki sebuah sifat keberanian dalam hati, seperti berani manahan
hawa nafsu, berani menahan amarah, berani melawan semua musuh-musuh dan lain
sebagainya. Sifat keberanian itu akan membawa kita kedalam sebuah kemulian yang
tinggi.
b.
Selalu memberi tauladan
yang baik kepada para peserta didik. Dengan tauladan lah cara yang paling
efektif dalam kita membimbing dan menanamkan sebuah akhlak baik pada jiwa
peserta didik. Karena di usia dini para peserta didik lebih terkonsentrasi hati
dan fikirannya terhadap hal-hal yang dilihatnya.
c.
Selalu memberi nasehati
kepada peserta didik untuk membiasakan diri berperilaku taubah. Karena tidak
ada seorangpun di dunia ini yang sempurna. Semua orang pasti memilki sebuah
dosa dan kesalahan, baik kesalahan yang di sengaja maupun tidak di sengaja.
Oleh karena itu, kita sebagai hambah Allah SWT. harus lah selalu bertaubah agar
tetap selalu berada di jalan Allah SWT. Karena Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat.
3.
Cara kita sebagai calon
pendidik dalam mengaplikasikan sebuah sifat keberanian dan selalu memiliki
sifat taubat dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan memberi tauladan yang
baik, memberi contoh perbuatan tersebut, memberikan dampak positif apabila kita
memiliki sifat tersebut dan memberikan gambaran akibat dari kita apabila tidak
memiliki sebuah sifat keberanian dan rasa untuk selalu bertaubat di jalan Allah
SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Moh. Syamsi, Drs, Abu Farhad, S. Sa’adah. 2004. RPAI (Rangkuman
Pengetahuan Agama Islam). Surabaya: AmeLIA.
Syamsuri, H, Drs. 2007. Pendidikan Agama Islam SMA Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Basori, Khabib dan Nur Khoiri Umatin. 2009. PR “Pendidikan Agama Islam
Untuk SMA”. Klaten: PT. Intan Pariwara.
http ://www.ensiklopedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar